Minggu, 15 September 2019

Dari Posyandu ke Pos PAUD

Oleh
Dr. Usman Supendi, M.Pd.


Pendidikan pada usia dini diterapkan secara formal maupun nonformal, bertujuan mempersiapan generasi emas di masa datang.  Usia dini memang merupakan usia generasi emas sebab usia 0–5 tahun merupakan investasi yang dilakukan oleh kita untuk membangun dan memajukan bangsa dalam kurun waktu 15–20 mendatang. Anak usia dini wajib dibekali spiritual, moral, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan dasar tentang hidup. Anak usia dini wajib memperoleh keterampilan dasar hidup untuk membentuk karakter dan pembiasaan dalam kehidupnya kelak. Pendidikan anak usia dini mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa, sebab anak usia dini kelak akan memberikan kontribusi signifikan atas pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Maka pemerintah mewajibkan anak balita masuk Pendidikan Anak Usia Dini, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa (1) setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannnya sesuai dengan minat dan bakatnya; (2) setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Alasan itulah pemerintah membuat Pos PAUD di desa-desa dengan penggeraknya para kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pos PAUD berdiri untuk memberikan bukti atas pelaksanaan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa PAUD merupakan suatu upaya  pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pos PAUD dibentuk oleh para kader untuk melayani kebutuhan pendidikan prasekolah anak usia dini, penyelenggaraan Pos PAUD terintegrasi dengan layanan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Posyandu. Berdirinya Pos PAUD atas dasar pertisipasi masyarakat untuk kebutuhan anak-anaknya dalam pelayanan pendidikan, manajemennya pun tentu saja berdasarkan manajemen gotong royong, sukarela, kebersamaan, dan sosial. Eksistensi Pos PAUD berlandaskan kemanusian, menjaga keutuhan budaya, dan memelihara sistem sosial dalam regenerasi anak-anaknya.
Pengelolaan Pos PAUD diserahkan kepada masyarakat, makanya Pos PAUD bermunculan di setiap RW dan desa-desa. Pos PAUD orientasinya kepada pembinaan keluarga balita, agar usia kelompok bermainnya memiliki sentuhan edukatif. Pos PAUD sebagai wadah anak-anak usia kelompok bermain, payungnya ada di pendidikan masyarakat (Dikmas) atau pendidikan non formal (PNF). Organisasi di dalam Pos PAUD, tentu saja ada anak-anak sebagai peserta didik, tenaga pendidik, tenada kependidikan atau pengelola, pemerintah setempat, dan masyarakat.
Ketika Pos PAUD berdiri, maka unsur pendidik dan tenaga kependidikan yang dilibatkan tentunya masyarakat sekitarnya sebagai tutorial. Pos PAUD sebetulnya dibina oleh tutorial, sebab bukan sekolah formal. Masyarakat yang dilibatkan sebagai turorial, tentu saja dalam kriteria pendidikannya berragam karena bersifat sukarela. Permasalahannya, ketika sekolah itu berjalan, dan data harus masuk secara during atau on-line maka secara terencana tutor-tutor itu menjadi tenaga tetap di Pos PAUD. Permasalah lain, apakah sukarelawan yang menjadi tutor itu dari sarjana pendidikan atau bukan? Kalau dari kependidikan mereka akan memahami kurikulum, psikologi pendidikan, metode mengajar, dan cara-cara mengajar yang benar. Tetapi, kalau di luar kependidikan bahkan SMA, apakah menguasai didaktik dan metodik dalam ranah pendidikan. Paling tidak, apakah memahami kognitif, afektif, dan psikomorik anak usia dini?
Anak usia dini merupaka usia emas, usia gemilang untuk dipersiapkan demi masa depan sebuah bangsa. Apabila ingin menjadi bangsa yang maju, maka keseriusan dalam mendidik harus dimulai dari sejak usia dini. Maka jangan main-main dengan pendidikan anak usia dini di pos-pos PAUD dengan tenaga tutorial atau pengajarnya asal mencabut dari kader PKK atau asal tunjuk saja dengan hanya ingin menyelesaikan program pemerintah saja. Pos PAUD tumbuh di desa-desa, tujuannya untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak di desa. Anak-anak di desa memiliki kesempatan emas juga untuk menjadi bagian penerus bangsanya, maka tidak alasan pengkotak-kotakan mana PAUD kota yang sudah ditangani secara profesional dan Pos PAUD yang hanya ditangani kader PKK. Kenyataannya memang begitu, PAUD di kota sudah ditanganin oleh yayasan perorangan dengan kelengkapan yang luar biasa, sudah merapkan model sentra atau area yang baik. Berbeda dengan Pos PAUD di daerah-daerah, kesederhanaan alat peraga edukatif, gurunya tidak memahami kurikulum, sarananya yang menempel dengan gedung RW, dan tenaga edukatifnya tidak berlatar belakang PAUD. Fenomena ini harus menjadi perhatian pengelola Pos PAUD di desa-desa, sebab anak-anak usia dini akan menjado pelaku vokasional di masa mendatang.

Guru sebagai Pembelajar
Permasalahan latar belakang pendidik di Pos PAUD memang harus secepatnya ditangani, karena akan berdampak pada pencapaian pembelajaran anak usia dini. Paling tidak anak usia dini didik oleh orang yang tepat. Bisa saja tutornya bukan sarjana atau diploma kependidikan, tetapi mereka telah mengikuti diklat berjenjang, yaitu dasar, lanjutan, dan mahir tentang kependidikan dan ke-PAUD-an. Sepertinya pemerintah harus mewajibkan tutor yang bukan berlatar belakang kependidikan mewajibkan mereka untuk mengikuti dillat dasar, lanjutan, dan mahir untuk membekali mereka sebagai pengajar di PAUD. Bahkan sampai saat ini di lapangan masih banyak guru atau tutor yang hanya lulusan SMA, mereka sebenarnya tidak memiliki kompetensi profesional dan pedagogik sebagai guru Poa PAUD. Mungkinsalah satu cara untuk membekali mereka dengan diklat berjenjang tersebut.
Pemerintah dan masyarakat tidak boleh main-main dengan pendidikan anak usia dini, sebab selain secara kognitif, pendidikan anak usia dini diharapkan berdampak kepada karakter anak usia dini kelak. Pendidikan karakter berimbas kepada pendidikan budi pekerti plus, pendidikan yang berorientasi kepada kepribadian seseorang dengan melibatkan penalatan (kognitif), afektif (feeling), dan tindakan (action). Integrasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter, baik dalam subtansi materi maupun proses kegiatan pengembangan. Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai-nilai, maka dalam prosesnya seluruh komponen harus dilibatkan yaitu kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan kegiatan pembelajaan, pengelolaan kelas, pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayan dan etos kerja guru serta tenaga pendidik.
Misi Pembelajaran Karakter yaitu Memberikan pemahaman kepada siswa tentang karakter-karakter unggul. Menanamkan kepada siswa perlunya memiliki karakter-karakter unggul. Membiasakan karakter unggul dalam perilaku sehari-hari.sedangkan tujuannya menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga anak menjadi: 1) Paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan yang buruk atau mana yang benar dan mana yang salah. 2) Mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik atau yang benar.3) Mau melakukannya (domain psikomotorik).
Indikator bahwa anak didik memiliki karakter dan mental vokasi yaitu kemampuannya dalam mendayagunakan potensi psikomotorik dalam kehidupan nyata. Anak usia dini dibekali dasar vokasi salah satunya untuk melatih motorik kasar dan motorik halus serta pembentukan mental. Penguatan mental dalam menghadapi kehidupan global sangat diperlukan sekali, sehingga vokasi dasar wajib diberikan kepada anak usia dini. Vokasi dasar akan membentuk kecakapan secara personal yang akan tumbuh dan berkembang dalam diri masing-masing anak usia dini. Tumbuh kembangnya anak usia dini harus disertai penguatan karakter; karakter kognitif, afektif, dan psikomotor.
Anak usia dini merupakan peserta didik  pewaris budaya bangsa yang harus kreatif. Budaya bangsa Indonesia yang berbasis budaya lokal dan bisa dikembangkan sebagai industrialisasi yaitu hasil pertanian, rempah-rempah dan tanaman bahan herbal, kuliner, serta binatang ternak yang hidup di Indonesia.

Karakteristik Vokasional pada Anak Usia Dini
Program vokasi sebenarnya bukanlah hal yang baru di lingkungan ke-PAUD-an, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (sekarang Dirjen GTK PAUD dan Dikmas) telah mengembangkan model program desa vokasi. Tujuan program ini: Mewujudkan harmoni hidup pedesaan antara sektor pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan;  Memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan serta kewirausahaan;  Membentuk kelompok-kelompok usaha kecil; Memberdayakan potensi lingkungan untuk usaha produktif; Menguatkan nilai-nilai sosial-budaya yang sudah ada; Menyadarkan nilai-nilai sosial-budaya yang sudah ada; Menyadarkan dan mampu melestarikan potensi alam; Menciptakan lingkungan terampil, kreatif, dan inovatif, tetapi tetap arif.
Menerapkan dasar-dasar vokasi untuk nanak usia dini, hanya sekadar pengembangan karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini, sebab Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan jenjang pendidikan yang diselenggarakan untuk persiapan memasuki kelas awal pada Sekolah Dasar (SD). Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 menyebutkan; (1) pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebagai jenjang pendidikan dasar; (2) pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),  Raudatul Athfal (RA), atau berbentuk lain yang sederajat; (4) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan; dan (6) ketentuan mengenai pendidikan usia dini sudah diatur oleh peraturan pemerintah.
Meningkatkan mental vocational skill pada anak usia dini pada dasarnya akan diarahkan kepada penguatan karakter anak usia dini sebagai sumber daya manusia yeng berkualitas di masa mendatang. Anak usia dini merupakan investasi masa depan bangsa, sebab itu harus dipersiapkan agar kelak siap menghadapi tantangan, menghadapi arus globalisasi yang membawa perubahan dalam bidang IPTEK, ekonomi, sosial, dan budaya.
Memperkenalkan vocational skill dasar pada anak usia dini akan membentuk generasi unggul; unggul dalam ketakwaannya, moralnya, sosial, pengetahuannya, keterampilannya, dan prestasinya. Dasar pembelajaran vocational skill akan membentuk;  (1) anak didik bermental kuat yaitu anak usia dini lebih  berkarakter ulet, kerja sama (sosial) yang baik, meningkatkan rasa ikhlas dalam mengerjakan sesuatu, memiliki motivasi hidup, menghargai hasil karya dirinya dan orang lain, serta menerima saran dan kritikan. Pembelajaran dasar vocational skill seperti ini bisa melalui kegiatan saitifik dan outbound.  (2) Menciptakan manusia Indonesia berprestasi dari sejak dini, yaitu anak usia dini berkarakter mental juara. Melalui vokasi dasar dalam pembelajaran anak usia dini mereka diharapkan berprestasi dalam bidangnya, sesuai ilmunya, sebuai bakatnya, dan sesuai kemampuannya. Anak dilatih untuk berbuat sesuatu, dilatih bermental juara, dan mampu berprestasi sedini mungkin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTMODERNISM: THE ENLIGHTENMENT PROJECT

Oleh Dr. Usman Supendi Pendahuluan             Menu utama dalam tiga artikel yang berisi cultur studies   yang dibaca penulis adalah...