Minggu, 15 September 2019

Permaianan Tradisional Meningkatakan Pendidikan Keterampilan Anak

Oleh
Dr. Usman Supedi, M.Pd.

Pendidikan keterampilan saat ini menjadi alternatif pembelajaran yang diyakini mampu meningkatkan anak menjadi kreatif dan inovatif. Hal itu disebabkan konsep pendidikan berorientasi kearifan lokal  menitikberatkan pada keterampilan (skill), dirancang dengan kurikulum muatan lokal yang mengasah kemandirian, keuletan, kemampuan fisik motorik dan disiplin. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 26 pada penjelasan ayat 3; pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan keterampilan untuk hidup mandiri.
Melalui kaulinan anak-anak belajar mandiri dan belajar berketarimpilan, misalnya ketika bermain kukudaan dari pelepah pisang anak belajar membuat alat kukudaannya. Ketika bermain momobilan dari pelepah aren, anak akan mampu membuat miniatur mobul truk dengan alat pelepah aren. Dahulu main layangan anak-anak akan membuat layang-layangan dari bambu. Atau membuat momobilan dari kulit jeruk bali, anak akan merangkainya menyerupai momobilan. Bermain wayang-wayangan, anak akan merangkai tangkai singkong hingga menyerupai wayang-wayangan. Pendidikan keterampilan seperti itu merupakan dasar kreativitas anak, merupakan bentuk pendidikan keterpaduan antara “ulin”  dengan “belajar vokasi” menyiapkan anak kreatif dan inovatif.
Kaulinan pun akan membentuk generasi kuat dan bermental mapan. Contoh dalam kaulinan peupeusingan, ucing sumput, boy-boyan, gatrik, kasti, ngangsing, jajangkungan, dan lain-lainnya yang mengandalkan ketahanan fisik dan kekuatan fisik karena jenis permaianan jangan lengah karena berisiko kecelakaan. Maka efek karakter yang ditimbulkan oleh kaulinan tersebut anak bermental kuat, berkarakter ulet, kerja sama (sosial) yang baik, meningkatkan rasa ikhlas. Dalam permainan tradisional anak memiliki motivasi hidup, menghargai hasil karya dirinya dan orang lain, serta menerima saran dan kritikan temannya. Permaianan tradisional pun akan membentuk dasar vocational skil, sebab permaianan seperti itu bisa melalui kegiatan saitifik dan seolah outbound. 
Permainan tradisional pun menciptakan manusia Indonesia berprestasi dari sejak dini, yaitu anak berkarakter mental juara. Melalui permaianan tradisional anak diharapkan berprestasi dalam bidangnya, sesuai ilmunya, sebuai bakatnya, dan sesuai kemampuannya. Anak dilatih untuk berbuat sesuatu, dilatih bermental juara, dan mampu berprestasi sedini mungkin. Mislanya bermain lompat tinggi dengan karet dan belajar loncat dalam permainan engke atau sondah.

Kemandirian Anak
Pendidikan yang diberikan kepada anak  berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Budaya bangsa Indonesia merupakan budaya agraris, mengandalkan potensi alam sebagai sumber kehidupan. Dari kehidupan orang tuanya bagian dari masyarakat agraris muncul kakawihan dan alat musik tradisional. Anak-anak yang lahir dari kehidupan bertani muncul permainan di sawah  dan di kebun serta alat-alat musik yang kelak menjadi kaulinan.
Kakawiwah dan kaulinan yang biasa dilakukan anak-anak di ladang menemani orang tuanya bertani muncul:
Oray orayan
luar leor mapay sawah
tong ka sawah
parena keur sedeng beukah
Oray-orayan
laur leor mapay leuwi
tong ka leuwi
di leuwi loba nu mandi
Oray-orayan
oray naon, orya bungka, bungka naon, bungka laut
laut naon, laut dipa, dipa naon,...dipandeuriiiii...

Anak-anak desa biasanya bermain di halaman dangau atau di padang rumput sambil menungui kambing atau domba yang tengah merumput. Sedangkan orang tuanya di ladang sedang mencangkul atau menyiangi rumput. Anak-anak mereka bermain sambil mengembala kambing atau domba.
Anak-anak pun merupakan peserta didik dan pembelajar yang aktif dan memiliki talenta untuk belajar mengenai berbagai hal yang ada disekitarnya. Anak  harus diberi pembelajaran mengenai kreativitas sebagai dasar keterampilan mengolah potensi alam. Paling tidak anak didekatkan pada alam, memelihara alam, dan menjaga potensi alam untuk kehidupan.
Kaulinan anak-anak yang berpotensi untuk kecintaan pada alam yaitu tercermin dari kakawihan, kaulinan dan alat musik yang muncul dari lingkungan  sawah dan kebun. Contohnya ketika anak-anak dilibatkan dalam menjaga padi menjelang menguning, muncul kaulinan kokoprak. Kokoprak itu bambu disusun menyerupai angklung atau calung untuk menakut-nakuti burung. Muncul alat musik celempung, sambil menyayikan kakawihan:
Sieuh … sieuh…
Manuk ka ditu ka dayeuh
Di dieu sagala euweuh
Maneh moal bisa seubeuh
Da aya anu ngageugeuh

Sieuh… sieuh…
Manuk ulah arek datang
Bisi nyorang kana regang
Kudu nyingkah mangka anggang
Di dieu aya pangilang

Sieuh… sieuh…
Manuk ulah arek ganggu
Da aya uing anu keur tunggu…

Sambil menabuh celempung dan temannya meniup karinding mengusir burung pipit yang datang menghampiri padi. Sesekali kokoprak ditarik atau bebegig (orang-orangan) ditarik-tarik talinya menakuti burung yang bergerombol hendak memakan padi. Maka alat musik semacam karinding, angklung, calung, celempung, suling, hatong dari bambu, kohlol, terompet, dan empet-empetan bagian dari kaulinan. Alat musik ini merupakan cerminan musik keseharian anak-anak yang dibesarkan di sawah atau di ladang yang masih bertani dengan pola tanam ngahuma.
Permainan di ladang biasanya eundeuk-eundeukan, kukudaan dari pelepah pisang, wawayangan dari ranting singkong. Bahkan eundeuk-eundeukan lebih diminati oleh anak laki-laki seusai menyabit rumput, mengambil kayu bakar, atau mengembala ternak. Kaulinan eundeuk-eundeukan dilakukan di pohon jambu klutuk, pohon kopi, pohon salam, pohon jeruk bali, atau pohon beringin. Lagu yang dinyanyikan biasanya: eundeuk-eundeukan cang lagoni, meunang peucang sahiji, leupas deui ku nini, beunang deui ku aki….
Permaianan anak-anak di musim panen pun merupakan refrensentasi dari anak-anak pewaris budaya agraris. Saat ayah ibunya sedang panen atau gacong anak-anaknya bermain do pematang atau galengan membuat empet-empetan dari batang padi. Mereka sambil kakawihan:
Ole-ole ogong
Melak cabe di Tarogong
Dihakan ku embe ompong
Diteang kari sapotong
Mereka membuat alat empet-empetan dari jerami atau tatarompetan dari buluh perindu (awi tamiang). Keterampilan membuat alat musik sederhana itu mencerminkan pembelajran aktif di lingkungannya, kreatif, dan inovatif  berbasis pembentukan karakter. Pendidikan secara alami melalui kaulinan tersebut, secara alamiah untuk mengembangkan seluruh kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.*** (Usman Supendi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTMODERNISM: THE ENLIGHTENMENT PROJECT

Oleh Dr. Usman Supendi Pendahuluan             Menu utama dalam tiga artikel yang berisi cultur studies   yang dibaca penulis adalah...