Minggu, 15 September 2019

Psikologis Anak Terhadap Permainan Tradisional

Oleh
Dr. Usman Supendi, M.Pd

Permainan tradisional atau kaulinan akan membentuk mental positif dan mental negatif terhadap perkembangan kejiwaan anak. Dengan permaianan tradisional anak akan terpengaruh secara postif, di antaranaya mental juara, mental sportivitas, mental kemandirian, solidaritas, dan mental sosial. Nilai positif yang lain, mentalitas budaya anak akan terbangun, anak akan mencintai budayanya sendiri, menyayanyinya, ingin melestarikannya, menjaganya, dan akan ada dorongan untuk mengembangkannya budaya nenek moyangnya. Pada jiwa anak akan terbentuk kecintaan dan rasa memiliki sebagai penerusnya.
Dengan permaianan anak kelak akan memiliki karakter dan mental keterampilan bermain dalam permainan tradisional yang berefek terhadap pengembangan fisik dan psikologis. Tetapi masalahnya tidak semua kaulinan atau permainan tradisional berpengaruh positif terhadap perkembangan jiwa anak, ada beberapa malah berefek negatif.  Permainan tradisional yang berefek negatif terhadap perkembangan anak di antaranya kaulinan ngadu kaleci, ngadu karet, ngadu muncang, ngadu cupang,  ngadu hayam, nyumpit burung, ngaleugeut burung, ngetepel burung, sermen dan main bedil beletok dari ruas bambu dengan peluru biji-bijian atau kertas basah. Permaianan ini selain bermuatan judi juga ada permaianan yang mencelakai makhluk hidup lain.
Padahal permaian tradisional harus lebih berefek positif, harus mengakomodir kemampuannya dalam mendayagunakan potensi psikomotorik dalam kehidupan nyata. Anak harus dibekali dasar keterampilan melalui permaianan tradisional yang meningkatkan peningkatan psikologi yang baik dan mampu meningkatkan motorik kasar dan motorik halus serta pembentukan mental. Contoh permainen  mengenal ruang dan bentuk geometri melalui permaianan sodah, boy-boyan dan permaianan bebentengan. Penguatan mental dalam permaianan ini diperlukan sekali, sebab anak diharapkan berkembang fisik dan motori, anak pun mampu mengenal bentuk dan ruang serta mampu membedakan melompat dan meloncat. Keterampilan dasar akan membentuk kecakapan secara personal yang akan tumbuh dan berkembang dalam diri masing-masing anak melalui permainan tradisional. Melalui permainan tradisional akan tumbuh kemban jiwa raga anak disertai penguatan penguatan  karakter kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sosiologis Permaianan Anak
Permainan tradisional pun akan membentuk jiwa sosial anak atau sosial emosional anak. Anak mampu menguasai keahlian terapan melaui permainan, sehingga seseorang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan  dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada teman sebayanya. Permainannya yaitu petak umpet atau ucing sumput, anjang-anjangan, pris-prisan, encrak, simar, beklen, conklak, jajampanaan, perepet jengkol, oray-orayan, pacublak-cublak uang,  gartik, kasti, galah asin, cacaburane, bebentengan, dan sepdur.
Permainan di atas pada intinya berguna untuk meningkatkan sosial dan emosional anak. Anak diajari menghargai teman, saling percaya, saling tenggang rasa, toleransi, menahan emosi, sabar, saling memberi, kasih sayang, dan saling menjaga. Bahkan menumbuhkan rasa saling membantu dan berbagi, contohnya dalam permainan sosorodotan melalui pelepah pinang atau daun upih. Mereka sebelumnya mencari upih kering dahulu, dan kebetulan kalau ditemukan ada satu maka mereka saling memberi. Kalau bermainnya di tempat yang datar, maka mereka akan bergantian untuk menariknya.
Kecakapan keterampilan anak melalui permainan tradisional akan terasa setelah anak itu terjun ke lingkungan sosial yang sebenarnya. Adapun yang diharapkan setelah selesai permainan, anak mampu melakukan gerak dasar dengan menggunakan alat sederhana atau simulasi yang biasa dikerjakan orang dewasa, agar anak mampu melalukan kontak sosial dan mampu bekerja sama. Anak diharapkan mampu bersikap sosial, mampu menggerakan anggota tubuh dengan tujuan tertentu, dan menghargai karyanya serta karya orang lain.

Nilai Budaya pada Permainan
Penerapan kaulinan atau permaianan tradisional di sekolah hendaknya di jenjang PAUD nonformal usia 3-4 tahun, PAUD formal usia 5-6 tahun, kelas awal di Sekolah Dasar yaitu kelas 1-3 tahun. Penerapan kaulinan di PAUD nonformal dan formal sudah biasa dilakukan karena sudah masuk dalam Rebo Nyunda atau di daerah lain Kamis Nyunda, permainan itu masuk ke dalam tema-tema pembelajaran di PAUD yang kemudian di urai ke subtema. Kaulinan barudak di PAUD sudah mengakomodir aspek-aspek pengembangan anak, yaitu pengembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan fisik, pengembangan bahasa daerah, pengembangan kognitif, pengembangan sosial emosional, dan pengembangan seni.
Anak diajak bermaian permainan tradisional petak umpet atau ucing sumput, agar anak bisa berhitung 1-10 sebagai sumber belajar menghitung angka untuk usia 4-5 atau PAUD nonformal.  Anjang-anjangan dalam pembelajaran dikenal dengan sosiodrama atau role-playing. Encrak belajar motorik halus dan belajar berhitung. Simar motorik halus dan konsentrasi karena anak harus menjentik biji asam dan jangan kena tanagan (gudir) serta belajar sportivitas. Beklen belajar motorik halus, konsentrasi, mengenal ruang dan bentuk geometri. Congklak belajar berhitung dan pembagian. Jajampanaan belajar menggunakan otot tangan, kebersamaan dan konsetntrasi. Perepet jengkol belajar otot kaki di bagian tumit Oray-orayan belajar kebersamaan atau kekompakan. Pacublak-cublak uang anak merupakan permaian yang lagunya dinyanyikan bersama-sama, permainan ini merupakan tetebakan barang yang dipegang oleh salah seorang temannya.  Gartik merupakan permainan anak lelaki, dimainkan secara berkelompok untuk memukul potongan bambu sehingga terbetrik sejauh mungkin. Kaulinan kasti menyerupai permaian softbol. Galah asin merupakan permaian berkelompok, biasanya menjaga lawan agar tidak lolos melewati garis pertahana.
Permainan ini tentunya bagus untuk diajarkan agar anak mampu meningkatkan kecerdasan kinestetik yang dikembangkan melalui pembelajaran gerakan, kaulinan, olah raga, dan permainan yang melibatkan gerak anggota tubuhnya. Kecerdasan naturalis yang dikembangkan melalui pembelajaran mengenal alam semesta; mengenal kearifan alam, mengenal potensi alam, mengetahui manfaat alam untuk kehidupan, dan sumber kehidupan yang berasal dari alam. Kecerdasan intrapersonal yang dikembangkan melalui pembelajaran bermain bersama teman, bekerja sama, bermain peran, belajar memecahkan masalah, dan menyelesaikan konflik. Dan kecerdasan intrapesonal yang dikembangkan melalui pembelajaran pengembangan konsep diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, kontrol emosi atau kontrol diri, keuletan, motivasi, kreativitas, dan kedisplinan. *** (Usman Supendi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTMODERNISM: THE ENLIGHTENMENT PROJECT

Oleh Dr. Usman Supendi Pendahuluan             Menu utama dalam tiga artikel yang berisi cultur studies   yang dibaca penulis adalah...