Minggu, 15 September 2019

Dari Posyandu ke Pos PAUD

Oleh
Dr. Usman Supendi, M.Pd.


Pendidikan pada usia dini diterapkan secara formal maupun nonformal, bertujuan mempersiapan generasi emas di masa datang.  Usia dini memang merupakan usia generasi emas sebab usia 0–5 tahun merupakan investasi yang dilakukan oleh kita untuk membangun dan memajukan bangsa dalam kurun waktu 15–20 mendatang. Anak usia dini wajib dibekali spiritual, moral, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan dasar tentang hidup. Anak usia dini wajib memperoleh keterampilan dasar hidup untuk membentuk karakter dan pembiasaan dalam kehidupnya kelak. Pendidikan anak usia dini mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa, sebab anak usia dini kelak akan memberikan kontribusi signifikan atas pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Maka pemerintah mewajibkan anak balita masuk Pendidikan Anak Usia Dini, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa (1) setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannnya sesuai dengan minat dan bakatnya; (2) setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Alasan itulah pemerintah membuat Pos PAUD di desa-desa dengan penggeraknya para kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pos PAUD berdiri untuk memberikan bukti atas pelaksanaan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa PAUD merupakan suatu upaya  pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pos PAUD dibentuk oleh para kader untuk melayani kebutuhan pendidikan prasekolah anak usia dini, penyelenggaraan Pos PAUD terintegrasi dengan layanan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Posyandu. Berdirinya Pos PAUD atas dasar pertisipasi masyarakat untuk kebutuhan anak-anaknya dalam pelayanan pendidikan, manajemennya pun tentu saja berdasarkan manajemen gotong royong, sukarela, kebersamaan, dan sosial. Eksistensi Pos PAUD berlandaskan kemanusian, menjaga keutuhan budaya, dan memelihara sistem sosial dalam regenerasi anak-anaknya.
Pengelolaan Pos PAUD diserahkan kepada masyarakat, makanya Pos PAUD bermunculan di setiap RW dan desa-desa. Pos PAUD orientasinya kepada pembinaan keluarga balita, agar usia kelompok bermainnya memiliki sentuhan edukatif. Pos PAUD sebagai wadah anak-anak usia kelompok bermain, payungnya ada di pendidikan masyarakat (Dikmas) atau pendidikan non formal (PNF). Organisasi di dalam Pos PAUD, tentu saja ada anak-anak sebagai peserta didik, tenaga pendidik, tenada kependidikan atau pengelola, pemerintah setempat, dan masyarakat.
Ketika Pos PAUD berdiri, maka unsur pendidik dan tenaga kependidikan yang dilibatkan tentunya masyarakat sekitarnya sebagai tutorial. Pos PAUD sebetulnya dibina oleh tutorial, sebab bukan sekolah formal. Masyarakat yang dilibatkan sebagai turorial, tentu saja dalam kriteria pendidikannya berragam karena bersifat sukarela. Permasalahannya, ketika sekolah itu berjalan, dan data harus masuk secara during atau on-line maka secara terencana tutor-tutor itu menjadi tenaga tetap di Pos PAUD. Permasalah lain, apakah sukarelawan yang menjadi tutor itu dari sarjana pendidikan atau bukan? Kalau dari kependidikan mereka akan memahami kurikulum, psikologi pendidikan, metode mengajar, dan cara-cara mengajar yang benar. Tetapi, kalau di luar kependidikan bahkan SMA, apakah menguasai didaktik dan metodik dalam ranah pendidikan. Paling tidak, apakah memahami kognitif, afektif, dan psikomorik anak usia dini?
Anak usia dini merupaka usia emas, usia gemilang untuk dipersiapkan demi masa depan sebuah bangsa. Apabila ingin menjadi bangsa yang maju, maka keseriusan dalam mendidik harus dimulai dari sejak usia dini. Maka jangan main-main dengan pendidikan anak usia dini di pos-pos PAUD dengan tenaga tutorial atau pengajarnya asal mencabut dari kader PKK atau asal tunjuk saja dengan hanya ingin menyelesaikan program pemerintah saja. Pos PAUD tumbuh di desa-desa, tujuannya untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak di desa. Anak-anak di desa memiliki kesempatan emas juga untuk menjadi bagian penerus bangsanya, maka tidak alasan pengkotak-kotakan mana PAUD kota yang sudah ditangani secara profesional dan Pos PAUD yang hanya ditangani kader PKK. Kenyataannya memang begitu, PAUD di kota sudah ditanganin oleh yayasan perorangan dengan kelengkapan yang luar biasa, sudah merapkan model sentra atau area yang baik. Berbeda dengan Pos PAUD di daerah-daerah, kesederhanaan alat peraga edukatif, gurunya tidak memahami kurikulum, sarananya yang menempel dengan gedung RW, dan tenaga edukatifnya tidak berlatar belakang PAUD. Fenomena ini harus menjadi perhatian pengelola Pos PAUD di desa-desa, sebab anak-anak usia dini akan menjado pelaku vokasional di masa mendatang.

Guru sebagai Pembelajar
Permasalahan latar belakang pendidik di Pos PAUD memang harus secepatnya ditangani, karena akan berdampak pada pencapaian pembelajaran anak usia dini. Paling tidak anak usia dini didik oleh orang yang tepat. Bisa saja tutornya bukan sarjana atau diploma kependidikan, tetapi mereka telah mengikuti diklat berjenjang, yaitu dasar, lanjutan, dan mahir tentang kependidikan dan ke-PAUD-an. Sepertinya pemerintah harus mewajibkan tutor yang bukan berlatar belakang kependidikan mewajibkan mereka untuk mengikuti dillat dasar, lanjutan, dan mahir untuk membekali mereka sebagai pengajar di PAUD. Bahkan sampai saat ini di lapangan masih banyak guru atau tutor yang hanya lulusan SMA, mereka sebenarnya tidak memiliki kompetensi profesional dan pedagogik sebagai guru Poa PAUD. Mungkinsalah satu cara untuk membekali mereka dengan diklat berjenjang tersebut.
Pemerintah dan masyarakat tidak boleh main-main dengan pendidikan anak usia dini, sebab selain secara kognitif, pendidikan anak usia dini diharapkan berdampak kepada karakter anak usia dini kelak. Pendidikan karakter berimbas kepada pendidikan budi pekerti plus, pendidikan yang berorientasi kepada kepribadian seseorang dengan melibatkan penalatan (kognitif), afektif (feeling), dan tindakan (action). Integrasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter, baik dalam subtansi materi maupun proses kegiatan pengembangan. Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai-nilai, maka dalam prosesnya seluruh komponen harus dilibatkan yaitu kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan kegiatan pembelajaan, pengelolaan kelas, pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayan dan etos kerja guru serta tenaga pendidik.
Misi Pembelajaran Karakter yaitu Memberikan pemahaman kepada siswa tentang karakter-karakter unggul. Menanamkan kepada siswa perlunya memiliki karakter-karakter unggul. Membiasakan karakter unggul dalam perilaku sehari-hari.sedangkan tujuannya menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga anak menjadi: 1) Paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan yang buruk atau mana yang benar dan mana yang salah. 2) Mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik atau yang benar.3) Mau melakukannya (domain psikomotorik).
Indikator bahwa anak didik memiliki karakter dan mental vokasi yaitu kemampuannya dalam mendayagunakan potensi psikomotorik dalam kehidupan nyata. Anak usia dini dibekali dasar vokasi salah satunya untuk melatih motorik kasar dan motorik halus serta pembentukan mental. Penguatan mental dalam menghadapi kehidupan global sangat diperlukan sekali, sehingga vokasi dasar wajib diberikan kepada anak usia dini. Vokasi dasar akan membentuk kecakapan secara personal yang akan tumbuh dan berkembang dalam diri masing-masing anak usia dini. Tumbuh kembangnya anak usia dini harus disertai penguatan karakter; karakter kognitif, afektif, dan psikomotor.
Anak usia dini merupakan peserta didik  pewaris budaya bangsa yang harus kreatif. Budaya bangsa Indonesia yang berbasis budaya lokal dan bisa dikembangkan sebagai industrialisasi yaitu hasil pertanian, rempah-rempah dan tanaman bahan herbal, kuliner, serta binatang ternak yang hidup di Indonesia.

Karakteristik Vokasional pada Anak Usia Dini
Program vokasi sebenarnya bukanlah hal yang baru di lingkungan ke-PAUD-an, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (sekarang Dirjen GTK PAUD dan Dikmas) telah mengembangkan model program desa vokasi. Tujuan program ini: Mewujudkan harmoni hidup pedesaan antara sektor pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan;  Memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan serta kewirausahaan;  Membentuk kelompok-kelompok usaha kecil; Memberdayakan potensi lingkungan untuk usaha produktif; Menguatkan nilai-nilai sosial-budaya yang sudah ada; Menyadarkan nilai-nilai sosial-budaya yang sudah ada; Menyadarkan dan mampu melestarikan potensi alam; Menciptakan lingkungan terampil, kreatif, dan inovatif, tetapi tetap arif.
Menerapkan dasar-dasar vokasi untuk nanak usia dini, hanya sekadar pengembangan karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini, sebab Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan jenjang pendidikan yang diselenggarakan untuk persiapan memasuki kelas awal pada Sekolah Dasar (SD). Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 menyebutkan; (1) pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebagai jenjang pendidikan dasar; (2) pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),  Raudatul Athfal (RA), atau berbentuk lain yang sederajat; (4) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan; dan (6) ketentuan mengenai pendidikan usia dini sudah diatur oleh peraturan pemerintah.
Meningkatkan mental vocational skill pada anak usia dini pada dasarnya akan diarahkan kepada penguatan karakter anak usia dini sebagai sumber daya manusia yeng berkualitas di masa mendatang. Anak usia dini merupakan investasi masa depan bangsa, sebab itu harus dipersiapkan agar kelak siap menghadapi tantangan, menghadapi arus globalisasi yang membawa perubahan dalam bidang IPTEK, ekonomi, sosial, dan budaya.
Memperkenalkan vocational skill dasar pada anak usia dini akan membentuk generasi unggul; unggul dalam ketakwaannya, moralnya, sosial, pengetahuannya, keterampilannya, dan prestasinya. Dasar pembelajaran vocational skill akan membentuk;  (1) anak didik bermental kuat yaitu anak usia dini lebih  berkarakter ulet, kerja sama (sosial) yang baik, meningkatkan rasa ikhlas dalam mengerjakan sesuatu, memiliki motivasi hidup, menghargai hasil karya dirinya dan orang lain, serta menerima saran dan kritikan. Pembelajaran dasar vocational skill seperti ini bisa melalui kegiatan saitifik dan outbound.  (2) Menciptakan manusia Indonesia berprestasi dari sejak dini, yaitu anak usia dini berkarakter mental juara. Melalui vokasi dasar dalam pembelajaran anak usia dini mereka diharapkan berprestasi dalam bidangnya, sesuai ilmunya, sebuai bakatnya, dan sesuai kemampuannya. Anak dilatih untuk berbuat sesuatu, dilatih bermental juara, dan mampu berprestasi sedini mungkin.



Membentuk Karakter Vokasional pada Anak Usia Dini

Oleh
Dr. Usman Supendi, M.Pd.


Pendidikan pada usia dini diterapkan secara formal maupun nonformal, bertujuan mempersiapan generasi emas di masa datang.  Usia dini memang merupakan usia generasi emas sebab usia 0 – 5 tahun merupakan investasi yang dilakukan oleh kita untuk membangun dan memajukan bangsa dalam kurun waktu 15 – 20 mendatang. Anak usia dini wajib dibekali spiritual, moral, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan dasar tentang hidup. Anak usia dini wajib memperoleh keterampilan dasar hidup untuk membentuk karakter dan pembiasaan dalam kehidupnya kelak. Pendidikan anak usia dini mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa, sebab anak usia dini kelak akan memberikan kontribusi signifikan atas pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial.
Ada empat pilar utama capian pendidikan secara umum, yaitu belajar untuk belajar (learning how to learn), belajar untuk mengetahui (learning how to know), belajar untuk menjadi (learning how to be), dan belajar untuk hidup dengan orang lain (learning how to live together). Untuk mencapai hal itu maka pendidikan formal yang diterapkan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) harus terprogram dan terencana melalui kurikulum. Kurikulum yang tengah diterapkan pada anak usia dini yaitu kurikulum 2013 atau kurikulum nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Seperti kurikulum SD, SMP, dan SMA, maka kurikulum PAUD pun bertujuan untuk a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f)  tuntutan dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama; i) dinamika perkembangan global; dan j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015, di dalamnya memuat empat kompetensi inti. Kompetensi anak akan kepercayaan kepada Tuhannya, memiliki kompetensi sosial, memiliki kompetensi pengetahuan,  dan kompetensi yang harus dimiliki oleh anak usia dini. Permasalahannya, apakah keterampilan dasar yang diberikan kepada anak usia dini sudah menyentuh; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan;  tuntutan pembangunan daerah dan nasional;  tuntutan dunia kerja bagi anak usia dini setelah 15 – 20 tahun mendatang?

Karakteristik Vokasional pada Anak Usia Dini
Program vokasi sebenarnya bukanlah hal yang baru di lingkungan ke-PAUD-an, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (sekarang Dirjen GTK PAUD dan Dikmas) telah mengembangkan model program desa vokasi. Tujuan program ini: Mewujudkan harmoni hidup pedesaan antara sektor pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan;  Memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan serta kewirausahaan;  Membentuk kelompok-kelompok usaha kecil; Memberdayakan potensi lingkungan untuk usaha produktif; Menguatkan nilai-nilai sosial-budaya yang sudah ada; Menyadarkan nilai-nilai sosial-budaya yang sudah ada; Menyadarkan dan mampu melestarikan potensi alam; Menciptakan lingkungan terampil, kreatif, dan inovatif, tetapi tetap arif.
Menerapkan dasar-dasar vokasi untuk nanak usia dini, hanya sekadar pengembangan karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini, sebab Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan jenjang pendidikan yang diselenggarakan untuk persiapan memasuki kelas awal pada Sekolah Dasar (SD). Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 menyebutkan; (1) pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebagai jenjang pendidikan dasar; (2) pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),  Raudatul Athfal (RA), atau berbentuk lain yang sederajat; (4) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan; dan (6) ketentuan mengenai pendidikan usia dini sudah diatur oleh peraturan pemerintah.
Meningkatkan mental vocational skill pada anak usia dini pada dasarnya akan diarahkan kepada penguatan karakter anak usia dini sebagai sumber daya manusia yeng berkualitas di masa mendatang. Anak usia dini merupakan investasi masa depan bangsa, sebab itu harus dipersiapkan agar kelak siap menghadapi tantangan, menghadapi arus globalisasi yang membawa perubahan dalam bidang IPTEK, ekonomi, sosial, dan budaya.
Memperkenalkan vocational skill dasar pada anak usia dini akan membentuk generasi unggul; unggul dalam ketakwaannya, moralnya, sosial, pengetahuannya, keterampilannya, dan prestasinya. Dasar pembelajaran vocational skill akan membentuk;  (1) anak didik bermental kuat yaitu anak usia dini lebih  berkarakter ulet, kerja sama (sosial) yang baik, meningkatkan rasa ikhlas dalam mengerjakan sesuatu, memiliki motivasi hidup, menghargai hasil karya dirinya dan orang lain, serta menerima saran dan kritikan. Pembelajaran dasar vocational skill seperti ini bisa melalui kegiatan saitifik dan outbound.  (2) Menciptakan manusia Indonesia berprestasi dari sejak dini, yaitu anak usia dini berkarakter mental juara. Melalui vokasi dasar dalam pembelajaran anak usia dini mereka diharapkan berprestasi dalam bidangnya, sesuai ilmunya, sebuai bakatnya, dan sesuai kemampuannya. Anak dilatih untuk berbuat sesuatu, dilatih bermental juara, dan mampu berprestasi sedini mungkin.

Perlunya Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, pendidikan yang berorientasi kepada kepribadian seseorang dengan melibatkan penalatan (kognitif), afektif (feeling), dan tindakan (action). Integrasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter, baik dalam subtansi materi maupun proses kegiatan pengembangan. Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai-nilai, maka dalam prosesnya seluruh komponen harus dilibatkan yaitu kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan kegiatan pembelajaan, pengelolaan kelas, pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayan dan etos kerja guru serta tenaga pendidik.
Misi Pembelajaran Karakter yaitu Memberikan pemahaman kepada siswa tentang karakter-karakter unggul. Menanamkan kepada siswa perlunya memiliki karakter-karakter unggul. Membiasakan karakter unggul dalam perilaku sehari-hari.sedangkan tujuannya menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga anak menjadi: 1) Paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan yang buruk atau mana yang benar dan mana yang salah. 2) Mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik atau yang benar.3) Mau melakukannya (domain psikomotorik).
Indikator bahwa anak didik memiliki karakter dan mental vokasi yaitu kemampuannya dalam mendayagunakan potensi psikomotorik dalam kehidupan nyata. Anak usia dini dibekali dasar vokasi salah satunya untuk melatih motorik kasar dan motorik halus serta pembentukan mental. Penguatan mental dalam menghadapi kehidupan global sangat diperlukan sekali, sehingga vokasi dasar wajib diberikan kepada anak usia dini. Vokasi dasar akan membentuk kecakapan secara personal yang akan tumbuh dan berkembang dalam diri masing-masing anak usia dini. Tumbuh kembangnya anak usia dini harus disertai penguatan karakter; karakter kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pendidikan vokasi pada anak usia Dini menggunakan filosofi yaitu pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Budaya bangsa Indonesia merupakan budaya agraris, mengandalkan potensi alam sebagai sumber kehidupan. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan  keunggulan pertanian harus menjadi penguasa kuat secara domestik, dan harus menjadi devisa negara. Industrialisasi harus berakar kepada sumber alam hayati yang bisa diperbaharu, artinya hasil pertanian harus berkembang ke arah agroindustri dan agrobisnis.
Anak usia dini merupakan peserta didik  pewaris budaya bangsa yang harus kreatif. Budaya bangsa Indonesia yang berbasis budaya lokal dan bisa dikembangkan sebagai industrialisasi yaitu hasil pertanian, rempah-rempah dan tanaman bahan herbal, kuliner, serta binatang ternak yang hidup di Indonesia.
Anak usia dini merupakan peserta didik dan pembelajar yang aktif dan memiliki talenta untuk belajar mengenai berbagai hal yang ada disekitarnya. Anak usia dini harus diberi pembelajaran mengenai kreativitas sebagai dasar keterampilan mengolah potensi alam. Pendidikan vokasi lebih tepat untuk diterapkan pada pembelajran aktif, kreatif, dan inovatif terhadap anak usia dini berbasis pembentukan karakter. Pembelajarannya bisa menggunakan pendekatan saintifik sebagaimana tercantum dalam kurikulum 2013 untuk anak usia dini.
Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan seluruh kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.

Landasan Sosiologis
Kecakapan vokasional dasar anak usia dini hanya diharapkan anak mampu melakukan gerak dasar dengan menggunakan alat sederhana atau simulasi yang biasa dikerjakan orang dewasa, agar anak mampu melalukan kontak sosial dan mampu bekerja sama. Anak diharapkan mampu bersikap, mampu menggerakan anggota tubuh dengan tujuan tertentu, dan menghargai karyanya serta karya orang lain. Anak usia dini kelak akan menjadi bagian masyarakat, maka diperlukan rasa sosial yang tinggi.
Pendidikan vokasi pada anak usia dini untuk mengembangkan sumberdaya manusia yang berwawasan lingkungan yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya dan pemanfaatan potensi lokal. Mempersiapkan generasi emas yang kelak mampu memanfaatkan potensi sumberdaya masyrakat agraris dan kearifan lokal.
Generasi penerus bangsa harus didukung dengan program pendidikan vokasi yeng lebih terencana, terdidik, terlatih, agar menjadi terdepan dalam menghadapi kehidupan global. Vokasi tumbuh dalam ranah pembelajaran anak bangsa harus berlandaskan filosofis bangsa guna mengembangkan dan membangun potensi lokal untuk masuk ke jaringan internasional. Anak-anak desa harus terekspos kemampuannya untuk mampu bersaing dan menghadapi perkembangan dunia.
Ekonomi bangsa kita tumbuh dari masyarakat pertanian, kelautan, kehutanan, dan peternakan sebagai sumber daya alam yang bisa diperbaharui. Sedangkan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui berupa minyak bumi, besi, tembaga, emas, batu bara, dan gas bumi. Kedua potensi alam tersebut memerlukan keahlian generasinya untuk mengolah, untuk menjadikan sumber devisa.

PAUD Benang Kusut yang Harus Terus Diurai

Oleh
Dr. Usman Supendi, M.Pd.


Lonceng berbunyi baris di halaman
Bersiap kaki rapat pegang pundak teman
Tangan ke atas, lalu direntang,
Sekarang di bahu, ke muka, di pinggang
Lompat yang tinggi, satu… dua… tiga
Lalu meniru burung terbang di udara
………….

Lagu itu seolah lagu wajib yang harus dinyanyikan anak-anak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ketika hendak masuk kelas, nampak ceria, gembira, dan penuh semangat. Mereka, anak-anak usia dini kelompok bermain (4-5 tahun) dan kelompok formal (5-6 tahun), tidak akan tahu di balik dunianya yang ceria - belajar sambil bermin, ternyata menyimpan banyak masalah.  Memang dunia anak-anak ceria itu, begitu banyak dilirik dan diperhatikan oleh lembaga pemerintahan dari tingkat pemerintahan desa, kecamatan,  kabupaten, provinsi, hingga oleh pusat melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Kemendiknas karena mereka golden age. Bahkan Kemenristek Dikti pun sangat serius menangani dosen-dosen Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini untuk menjadi tenaga penididik di universitas agar lebih profesional. Selain itu ada juga Unicef dan USAID yang ada di wilayah lebih mendunia ikut pula menangani masalah PAUD. Tetapi, masalah PAUD sampai saat ini belum terselesaikan. Ibarat ucapan klise, bagai benang kusut yang sulit diurai untuk direntangkan.Tetapi, sekusut apapun benang kusut PAUD itu harus terus diurai.
Permasalah dunia pendidikan mereka tentunya tidak perlu terbawa ke dalam kelas yang penuh warna, semarak gambar-gambar, dan riuh dengan nyanyian serta terpuk tangan. Cukuplah beban masalah itu guru-gurunya saja yang memikulnya dan menjalaninya. Walaupun mereka meraskan cukup berat dan hampir putus asa untuk memikulnya, bahkan jauh di lubuk hati guru-guru PAUD merasa suasana ketidakadilan. Seperti yang dilami oleh Euis (40) dari daerah Pangalengan, ia harus berjalan lebih dari dua kilo meter dari rumahnya ke lokasi PAUD/TK milik yayasan sahabatnya untuk menjalani rutinitasnya sebagai guru.  Gajinya tidak lebih dari dua ratus ribu rupiah, ditambah tunjangan profesi dari pemetintah, jatuhnya tidak lebih dari enam ratus ribu rupiah. Untuk biaya rumah tangga tentu saja tidak cukup, kalau saja suaminya  tidak bekerja sebagai guru SD, tentu saja tidak akan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sedangkangkan untuk mencapai kehidupannya agak sejahtera sebagai guru PAUD, Euis yang hanya lulusan SMA harus berjuang lagi kuliah di jurusan PG PAUD agar ijazah sarjananya menjadi tiket untuk meraih Nomor Unik Penidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Tanpa NUPTK  semua guru PAUD sampai SMA tidak akan bisa tersertifikasi, karena sertifikasilah satu-satunya harapan hidup lebih sejahtera bagi guru-guru PAUD.
Nasib Euis dari Pangalengan lebih baik dibanding  Titin (30) dari Sumedang, ia hanya mendapatkan uang seratus ribu perbulan, dan tanpa harapan untuk disertifikasi karena dirinya mengajar di Pos PAUD yang dikelola oleh pemerintah desa setempat. Pengajar di Pos PAUD posisinya hanya sebagai tutorial. Pos PAUD lebih cenderung ada di wilayah kelompok bermain (kober) atau mereka menyebutnya kelompok A, kelompok non foramal, di bawah PAUD Dikmas, walaupun payungnya tetap Dirjen GTK. Nasib Titin sama persis dengan Lisa dari Purwakarta yang mengajar di Raudhatul Athfal (RA), hanya menggantungkan dedikasi dan harapan saja sebagai tenaga pengajar anak-anak usia dini. Lisa yang sehari-hari mengajar di RA hanya mendapatkan uang seratus ribu dari honor, ditambah tunjangan, dijumlah tidak lebih dari tiga ratus ribu rupiah. Berbeda dengan PAUD, RA ada di bawah payung Kementerian Agama (Kemenag). Permasalahannya sama, untuk meraih tiket mendapatakan NUPTK sebagai syarat sertifikasi harus kuliah dulu ke PGRA atau ke PG PAUD.
Sebenarnya, bagi yang mengajar di Pos PAUD tidak perlu sarjana PAUD, karena posisinya hanya sebagai tutorial. Tetapi yang mengajar di Pos PAUD sulit untuk meraih NUPTK dan sertifikasi, kecuali kalau pindah ke PAUD formal yang dikelo oleh yayasan. Paling tidak bagi tutorial PAUD harus memiliki kompetensi sebagai tutor atau pendidik, minimal pernah mengikuti pelatihan dasar, lanjutan, dan mahir. Kenyataan ini membingungkan pendidik PAUD, terlebih bagi masyarakat. Apa bedanya pos PAUD dengan PAUD-PAUD yang dikelola oleh yayasan atau perorangan? Ape bedanya PAUD dengan Taman Kanak-Kanak (TK)? Dan apa bedanya PAUD formal dan non formal?
Permasalah itu menurut Dr. Agung Prasetyo dari Universitas PGRI Semarang selalu muncul di masyarakat. Masyarakat masih belum memahami antar PAUD dan TK, antara Pos PAUD yang dikelola oleh pemerintah desa setempat dengan PAUD formal yang dikelola oleh yayasan. Sehingga muncul istilah PAUD nonformal dan PAUD formal, sebab PAUD nonformal dibawah naungan Pendidikan Non-Formal (PNF) sedangkan PAUD formal ada dibawah Diknas seutuhnya.
“Selain masalah itu juga pemisahan antara PAUD dan TK belum jelas. Padahal dalam peraturan sudah tidak ada lagi taman kanak-kanak, yang ada pendidikan anak usia dini atau kita istilahkan PAUD. TK digolongkan ke PAUD formal usia 5-6 tahun. Kenyataanya tidak   begitu, sebab ada dua organisasi Himpaudi yang menaungi PAUD dan IGTK yang menaungi TK! Di lapangan kan hanya ada PAUD formal dan non formal,”  ujarnya dalam sebuah pertemuan di Bali waktu merumuskan pedoman rintisan wajib PAUD. Tetapi rintisan wajib yang dibuat bersama-sama antra praktisi, akademisi, dan birokrat menguap begitu saja, tidak jelas kabar beritanya. Padahal di dalam pedoman ajuan rintisan wajib PAUD itu terdapat ajuan kesejahteraan guru-guru PAUD dan alur karier guru-guru PAUD.
Sangat ideal memang rencana program rintisan wajib PAUD yang dikomandani oleh Dedi Wahyudi, S.H. karena di dalamnya memuat tentang kesejahteraan guru-guru PAUD, di antaranya harus ada PAUD binaan atau percontohan di setiap kecamatan yang berstatus negeri dengan guru-gurunya PNS. Dedi Wahyu, S.H. pemilik PAUD Pelopor di daerah Rancaekek, Kabupaten Bandung ini, sangat gigih memperjuangkan kesejahteraan guru-guru PAUD dan peningkatan kualitas anak usia dini, dirinya sebagai konsultan ditunjuk untuk membuat terobosan program rintisan wajib PAUD.  Selain itu usulannya, bagi guru PAUD yang sudah lama dan berpengalaman, wajib diberikan insentif sesuai dengan masa kerjanya dan percepatan sertifikasi bagi yang sudah menyelesaikan kuliah. Bagi guru-guru PAUD usia muda supaya memiliki peluang menjadi PNS. Peluang jadi PNS memang agak berat, sebab undang-undang dan peraturan lama masih menyebutkan yang berhak diangkat PNS di PAUD hanya lulusan PGTK. Padahal sekarang PGTK sudah berubah menjadi PG PAUD.
Tentu saja hal itu membuat gembira para akademisi, kata I Putu Sewika, M.Si. Kaprodi PG PAUD dari Universitas Tadulako, Palu, menyambut akan rintisan wajib PAUD. “Pemerintah harus begitu, sebab mereka tidak tahu di lapangan, betapa menderitanya guru-guru PAUD. Padahal tugas mulia tak terhitung besarnya, meninggalkan keluarga untuk mengajar, dalam keadaan sakit pun masih memikirkan anak didiknya. Tetapi, berapa gaji yang mereka terima? Untuk makan seminggu pun belum tentu cukup. Kasihan mereka, hanya berdedikasi saja! Padahal dedikasi itu harus diimbangi oleh pendapatan pula,” ujar I Putu Sewika, M.Si waktu penyusunan dua tahun yang lewat, tepatnya di Hotel Sanur, di daerah Sanur, Bali.
Masalah kesejahteraan dan wajib sarjana bagi guru-guru PAUD selalu bergulir di setiap raker dengan Dirjen GTK ketika pembahasan masuk ke wilayah itu. Waktu rapat kerja mengenai bantuan penyelesaian pendidikan untuk guru-guru PAUD, Prof. Dr. Hj. Rakimahwati Kepala Prodi PG PAUD di Universitas Negeri Padang, menegaskan uang bantuan 3,5 juta dinilai kurang. Mestinya ada beasiswa khusus, sebab dirinya pernah merasakan jadi guru PAUD. Prof. Rakimahwati sebelum jadi dosen ia memulai karir jadi guru Taman Kanak-Kanak. Karena keinginan yang kuat ingin memperbaiki nasibnya ia melanjutkan kuliahnya ke jenjang yang lebih tinggi, dan akhirnya ia diangkat jadi dosen. Hingga dirinya meraih puncak prestasi akademik menjadi Guru Besar di Universitas Negeri Padang.
“Tapi kan tidak semua bernasib seperti saya, masih banyak  guru PAUD di daerah-daerah yang nasibnya masih terkatung-katung. Untuk mendapatkan jatah sertifikasi saja susah, karena belum sarjana. Padahal keinginan kuliah sangat kuat, tetapi kendala mereka sama tidak punya biaya. Gaji antara lima puluh ribu, dua ratus ribu, paling besar enam ratus ribu mana cukup untuk biaya kuliah. Kalau pun mereka memaksakan diri berkuliah, meraka merasa kerepotan. Untuk mencapai kampus harus menghabiskan waktu tempuh yang luar biasa, menghabiskan waktu hampir seharian. Kasihan memang, tapi mau diapakan, toh Kemenristek Dikti melarang kuliah jarak jauh atau membuka kelas jauh dilarang sekali. Kalau ada yang berhenti atau menyerah di tengah jalan, kami pihak kampus tidak akan menyalahkan mahasiswa, memang kami harus arif akan kenyataan yang di hadapi mereka. Ya itu tadi kenyataannya, lokasinya jauh, biayanya pas-pasan, pekerjaan mereka banyak, ditambah urusan keluarga mereka juga. Maka wajar mereka diberikan beasiswa, bukan sekadar biaya penyelasaian,” ujar  Prof. Dr. Hj. Rakinahwati waktu Raker dengan Dirjen GTK di Amarossa Hotel di Bogor setahun yang lewat. Tetapi karena dana terbatas, maka Dirjen GTK hanya membetikan bantuan penyelesaian saja. Itu pun diberikan kepada universitas yang sudah terakreditasi minimal B. Di Jawa Barat guru-guru PAUD  yang mendapat bantuan penyelesaian kuliah hanya UT, UPI, Uninus, Unsil dan Unsika. Bantuan diberikan kepada mahasiswa PAUD dan PLS, mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah diharapkan akan menjadi tutor di Pos PAUD.
Di Jawa Barat pun sama memiliki masalah, selain masalah kesejahteraan, juga sumber daya manusia pengelola dan pendidik PAUD. Kenyataan ini pernah dihadapi oleh Universitas Islam Nusantara, ketika pertama kali diberi kepercayaan untuk melaksanakan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikasi pendidik para guru PAUD dengan penyelenggaranya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Uninus menjadi sub rayon 148 di bawah rayon 110 Universitas Pendidikan Indonesia  (UPI). Waktu itu Uninus mendapat peserta PLPG dari daerah Kuningan, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Cimahi. Ternyata begitu pelaksanaan PLPG, ada peserta yang sudah ketigakalinya mengkuti PLPG, ada yang masuk keduakalinya, karena PLPG sebelumnya tidak lulus. Mereka membawa harapan PLPG kali ini bisa lolos, bisa meningkatkan kompetensinya sebagai pendidik dan tersertifikasi. Sebab ketika mendapatkan sertifikat pendidik maka akan mendapatkan sertifikasi guru, pundi rupiah akan bertambah dari uang sertifikasi guru. Masalah lain, ada yang tidak bisa mengoperasikan komputer atau laptop, padahal mereka kelak akan melaksanakan ujian nasional di akhir PLPG dengan sistem during atau on line. Masalah manajemen pembelajaran pun banyak dialami peserta PLPG, mereka banyak yang kebingungan mengembangkan kurikulum menjadi Rencana Pelaksanaan Program Mingguan (RPPM) dan kemudian diubah menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH). Para tutor di Uninus tentu saja bekerja ekstra, sebab selain harus menggali lagi kemampuan membuat RPPH, juga mereka harus mampu membuat media pembelajaran atau alat peraga edukatif (APE) dalam waktu singkat.
“Kami bekerja sungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu atau kualitas guru-guru PAUD setelah melaksanakan PLPG di lembaga kami. Setelah menjadi alumni PLPG dari Uninus mereka harus menjadi pelopor, terdepan, dan menjadi motivator sejawat dalam melaksanakan pembelajaran. Tentu saja semua itu tidak terlepas dari arahan UPI sebagai rayon, sebab kami sub rayon di bawah UPI,” ujar Dr. H. Hendi S. Muchtar, M.Pd. sebagai pelaksana harian PLPG di Uninus. Waktu itu guru-guru PAUD yang mengikuti PLPG di Uninus sebanyak 192 orang. (Usman Supendi).

POSTMODERNISM: THE ENLIGHTENMENT PROJECT

Oleh Dr. Usman Supendi Pendahuluan             Menu utama dalam tiga artikel yang berisi cultur studies   yang dibaca penulis adalah...